Rabu, 29 September 2010
Jatuh Cinta
Malam merampas siangku
Kala aku berusaha menerjemahkan
Seulas lukisan di permukaan air
Sebuah likuk yang menghadirkan,
Tanya di hati........
Lalu siang merampas malamku
Kala aku berusaha menerjemahkan
Seraut wajah di bawah purnama
Seuak wajah yang menghadirkan,
Desir di hati.........
Kala aku berusaha menerjemahkan
Seulas lukisan di permukaan air
Sebuah likuk yang menghadirkan,
Tanya di hati........
Lalu siang merampas malamku
Kala aku berusaha menerjemahkan
Seraut wajah di bawah purnama
Seuak wajah yang menghadirkan,
Desir di hati.........
Derai Rindu
Di ujung senja itu
Tika riak ombak saling kejar,
Pecah dan kepingan buih
menghambur
Sedang lekuk angin kian
kentara.
Senyap perlahan menderap
Membawa bayang bayang
kenangan
Yang berkelabat di jemari jiwa
Dan satu kata terpatri
Dalam liang hati
Mendendang seutas nama
Yang hadirkan sekuntum rindu
Rindu yang berderai derai
Bergejolak manja
Menggoda rasa untuk lekas
menemu
Ah !
Tika riak ombak saling kejar,
Pecah dan kepingan buih
menghambur
Sedang lekuk angin kian
kentara.
Senyap perlahan menderap
Membawa bayang bayang
kenangan
Yang berkelabat di jemari jiwa
Dan satu kata terpatri
Dalam liang hati
Mendendang seutas nama
Yang hadirkan sekuntum rindu
Rindu yang berderai derai
Bergejolak manja
Menggoda rasa untuk lekas
menemu
Ah !
Getar Getar Terhenti
Dan ketika getar getar itu terhenti
Dan seulas wajah kian memudar
Aku termangu;
Siluet senja merambat perlahan
Menguak pintu malam yang kelam
Memburatkan selempang warna
Yang memadu, satu, bersama
Dan cawan keindahan pecah
Di dinding horison.
Tika malam telah tua
Dan mimpi ku nanti nanti
Mimpi akan wajahmu, hatimu yang
damai
Seakan di jamah lumpur lumpur
Kotor, keruh dan hitam
Aku sesat, jauh
Dan . . . . .
Tiba pada satu padang
Yang tumbuh bebungaan bahagia,
damai,
Pelipur jiwa lemah,
Pemberi jiwa tentram,
Di satu titik
Ku temu hati yang lain . . . . . . !
Dan seulas wajah kian memudar
Aku termangu;
Siluet senja merambat perlahan
Menguak pintu malam yang kelam
Memburatkan selempang warna
Yang memadu, satu, bersama
Dan cawan keindahan pecah
Di dinding horison.
Tika malam telah tua
Dan mimpi ku nanti nanti
Mimpi akan wajahmu, hatimu yang
damai
Seakan di jamah lumpur lumpur
Kotor, keruh dan hitam
Aku sesat, jauh
Dan . . . . .
Tiba pada satu padang
Yang tumbuh bebungaan bahagia,
damai,
Pelipur jiwa lemah,
Pemberi jiwa tentram,
Di satu titik
Ku temu hati yang lain . . . . . . !
Helai Helai Purnama
Dalam belaian tangan tangan sunyi
Kala jiwa telah rebah terkulai
Meraih getaran getaran lalu yang
lumpuh
Mencoba menjamah wajah hatimu
Berilah, walau setangkai rose dalam
gelasku
Sudah cukup untuk menyerbuki
pertamanan hatiku ......
Untuk satu kata yang lahir mekar
semerbak
Dalam hati yang lepuh.
Sesaat, kukan biarkan jantung
malam jeda berdenyut,
Kemudian melangkahkan seogok
hati .....
Pada cangkir malam yang kelam;
kental.
Marilah, kita duduk di bawah
dekapan malam
Bersama-sama
Mencecap rasa demi rasa
Mengurai kata demi kata
Merajut kisah dalam dada
Lalu kita menuliskannya
Pada helai helai purnama .....
Kala jiwa telah rebah terkulai
Meraih getaran getaran lalu yang
lumpuh
Mencoba menjamah wajah hatimu
Berilah, walau setangkai rose dalam
gelasku
Sudah cukup untuk menyerbuki
pertamanan hatiku ......
Untuk satu kata yang lahir mekar
semerbak
Dalam hati yang lepuh.
Sesaat, kukan biarkan jantung
malam jeda berdenyut,
Kemudian melangkahkan seogok
hati .....
Pada cangkir malam yang kelam;
kental.
Marilah, kita duduk di bawah
dekapan malam
Bersama-sama
Mencecap rasa demi rasa
Mengurai kata demi kata
Merajut kisah dalam dada
Lalu kita menuliskannya
Pada helai helai purnama .....
Cintaku di Pangkuan Malam
Jiwaku terbirit
Kala hujan air mata menitik
Di ubun ubun malam
Serpih serpih rindu
Bergejolak dalam lara yang
kelabu.
Malam yang kelam
Dedaunan mulai rapuh
menunggu
Angin mulai mengeluh dalam
diam;
Diantara reruntuhan hati.
Segala....
Seluruh....
Rembulan kesakitan di angkasa
Peluru peluru pilu
Menggigit cercahnya yang
temaram
Dan.....
Bebintangan menjerit kaku
Duh, cintaku
Cintaku di pangkuan malam
Menunggu derap yang pudar
Bersama senja yang meluruh
Bersama hari, bersama hati.
"aku di pangkuan malam !!
Kemarilah, bawa aku ke
dermaga hatimu"
Sepi mengentali rasaku.....
Sekeping demi sekeping; hatiku
Perlahan meleleh di bawah
Dekapan malam
Kala hujan air mata menitik
Di ubun ubun malam
Serpih serpih rindu
Bergejolak dalam lara yang
kelabu.
Malam yang kelam
Dedaunan mulai rapuh
menunggu
Angin mulai mengeluh dalam
diam;
Diantara reruntuhan hati.
Segala....
Seluruh....
Rembulan kesakitan di angkasa
Peluru peluru pilu
Menggigit cercahnya yang
temaram
Dan.....
Bebintangan menjerit kaku
Duh, cintaku
Cintaku di pangkuan malam
Menunggu derap yang pudar
Bersama senja yang meluruh
Bersama hari, bersama hati.
"aku di pangkuan malam !!
Kemarilah, bawa aku ke
dermaga hatimu"
Sepi mengentali rasaku.....
Sekeping demi sekeping; hatiku
Perlahan meleleh di bawah
Dekapan malam
Senin, 27 September 2010
Sajak Perempuan
Suatu senja di musim semi;
Saat langit kian bergelora.
Kata katamu masih kental
Luka pun masih beku; enggan mencair
Tika kau benamkan jemarimu
Dalam telapak telapak tanganku
Adakah kau tahu pijar rasaku ?
Denyut denyut bahagia meningkat
Darahku desir mendesir, dingin.
Lalu ....
Kala angin berembus perlahan
Menerbangkan katamu.
Tiba tiba kurasakan mataku panas
Dinding rasaku porak poranda
Mengelupas seketika
"Tak sedikitkah kau mengerti perasaanku ?"
Seumpama bahagiaku, kau pun berlalu
Segaris tubuh nun jauh di sana;
Di ujung jalan itu
Kini retak di lensaku.
Saat langit kian bergelora.
Kata katamu masih kental
Luka pun masih beku; enggan mencair
Tika kau benamkan jemarimu
Dalam telapak telapak tanganku
Adakah kau tahu pijar rasaku ?
Denyut denyut bahagia meningkat
Darahku desir mendesir, dingin.
Lalu ....
Kala angin berembus perlahan
Menerbangkan katamu.
Tiba tiba kurasakan mataku panas
Dinding rasaku porak poranda
Mengelupas seketika
"Tak sedikitkah kau mengerti perasaanku ?"
Seumpama bahagiaku, kau pun berlalu
Segaris tubuh nun jauh di sana;
Di ujung jalan itu
Kini retak di lensaku.
Langganan:
Postingan (Atom)