Image by FlamingText.com
Image by FlamingText.com

Senin, 18 Oktober 2010

Episode Luka

Aku terisak ketika keping-keping rindu
berjatuhan dari langit hati. Tak
sanggup kubendung bulir bening ini,
ia meluncur semaunya. Perih kembali
mengelupas dinding hatiku tatkala
wajahmu yang di rayapi pucat pasi
melintasi lensaku. Kau telah tiada. Oh,
inikah episode yang kau janjikan
padaku? Inikah? Bukan! Bukan! Ini
episode luka.

"Fadilah, pernikahan kita akan
kusimpan sebagai episode yang
terindah. Abadi di dadaku. Kita akan
menjadi pengantin semesta yang cinta
kasihnya tiada pernah padam,"
ucapanmu yang lirih kembali
memenuhi rongga telingaku. Kata itu
kau ucapkan saat senja di tepi sungai.
Kutimpali, "tersimpan pula di dada ini,
Arfan."

Dan gerimis di hati kini berubah badai.
Aku terkulai. Aku merana. Tangisku
pecah. Berhamburan dalam kamar.



=> tidak termasuk judul 111 kata.
Ikutserta dalam lomba FF Pengantin
Semesta, perpustakaan abatasa.
Kucoba berpartisipasi walau dengan
karya sederhana.

Bait Bait Luka

Di dermaga yang beku
suatu pagi :


Tinta ini tak lama lagi padam

Seumpama kisah kita

Yang tak lagi di bisikkan dedaunan

Bebutiran embun pun cepatlah surut

Enggan mendengar, walau lirih


Tinta ini tak lama lagi padam

Tapi, luka-luka itu masih membatu

Bait membait di helai waktu

Perih runtuh dan terus runtuh.

"Bakar ia dari dadamu, Bodoh !!"

Ya, itu lisanmu.

Kau pun seperti tinta ini

Tak lama lagi padam.

Ah !

Sajak Air Mata

Ini sajak air mata...

Yang patah dari tepinya

Lalu lepas, meluncur kemudian

Sebab rindu, sebab harap

Akan cinta-Mu


Ini sajak air mata...

Di malam-malam sunyi

Lahir dan bergetar

Tatkala tubuh ini

Luruh dalam uraian sajadah

Tenggelam dalam samudera-Mu

Yang bertebaran pahala

Ridho dan ampunan



-Aiman Bagea-

Nama : Aiman Bagea
TTL : Kabaena, 1 september 1992
Email : aiman.bagea@ymail.com
=> Ikutserta dalam lomba puisi 50
kata (termasuk judul dan nama
penulis ) FTD flp Riau.

Sahabat

Ini lukaku !

Kau bilang luka kita.

Kemana kuberlari.

Menerjang deras air mata.

Di belai rupa masalah.

Di sapa wajah duka.

kau hanya tersenyum sembari
bersabda :
"kau tak sendiri. Ada aku.
Bukankah bersama lebih baik !? Angin
pun takkan membiarkan dedaunan tak
bergetar di tiap detiknya."

Duhai Sahabat !

Sepenggal puisi untuk para
sahabatku !

Rinduku perlahan mengurai
Tika sekerumun wajah
Berkelabat di bulat lensaku
Aku tahu wajah itu,
Aku kenali mereka,
Mereka ialah wajah sahabatku
Tika masa masa SMA dulu.

Duhai, sahabat !
Rinduku mendidih kini
Menumpahi keping kenangan
Dan retaklah kristal beningku
Meluncur dan berkilat.

Duhai, sahabat !
Mari kita saling mendoa
Biarkan doa itu mengalir
Ke langit, mengetuknya.

Duhai, sahabat !
Moga butir butir mimpi kita
Dapat di kumpul
Dalam cawan hari hari
Demi segaris kata :

MASA DEPAN.

Jumat, 01 Oktober 2010

Aku Lelah !

Cukup !!!

Aku lelah !

Terlalu banyak yang mengalir dari
bibirmu.

Itu serapah.

Itu amarah.

Itu tajam.



Aku lelah !

Kupingku kokoh.

Hatiku luruh.

Seiring kata katamu.

Yang meluncur tanpa spasi.



Aku lelah !

Dan denyut ini.

Aku hentikan.

Titik untuk katamu.

Titik.

Tanpa koma.



Aku lelah !

Rabu, 29 September 2010

Cintailah Aku

Cintailah aku...........

Seperti fajar mencintai senja

Tetap indah walau duka menyelimuti,

Cintailah aku...........

Seperti siang mencintai malam
Tak terganti walau suit angin menebar
kegelisahan,

Cintailah aku...........

Seperti laut mencintai pasir

Selalu bersama walau deru ombak
menyerak,

Cintailah aku...........

Seperti bumi mencintai langit

Tetap agung walau terjang badai
menghempas,

Cintailah aku...........

Seperti bulan mencintai bintang

Kan terus benderang walau jauh di
sana,

Cintailah aku....

Cintailah aku....

Cintailah aku....

Jatuh Cinta

Malam merampas siangku

Kala aku berusaha menerjemahkan

Seulas lukisan di permukaan air

Sebuah likuk yang menghadirkan,

Tanya di hati........



Lalu siang merampas malamku

Kala aku berusaha menerjemahkan

Seraut wajah di bawah purnama

Seuak wajah yang menghadirkan,

Desir di hati.........

Derai Rindu

Di ujung senja itu

Tika riak ombak saling kejar,

Pecah dan kepingan buih
menghambur

Sedang lekuk angin kian
kentara.



Senyap perlahan menderap

Membawa bayang bayang
kenangan

Yang berkelabat di jemari jiwa

Dan satu kata terpatri

Dalam liang hati

Mendendang seutas nama

Yang hadirkan sekuntum rindu



Rindu yang berderai derai

Bergejolak manja

Menggoda rasa untuk lekas
menemu

Ah !

Getar Getar Terhenti

Dan ketika getar getar itu terhenti

Dan seulas wajah kian memudar

Aku termangu;


Siluet senja merambat perlahan

Menguak pintu malam yang kelam

Memburatkan selempang warna

Yang memadu, satu, bersama

Dan cawan keindahan pecah

Di dinding horison.



Tika malam telah tua

Dan mimpi ku nanti nanti

Mimpi akan wajahmu, hatimu yang
damai

Seakan di jamah lumpur lumpur

Kotor, keruh dan hitam

Aku sesat, jauh



Dan . . . . .

Tiba pada satu padang

Yang tumbuh bebungaan bahagia,
damai,

Pelipur jiwa lemah,

Pemberi jiwa tentram,

Di satu titik

Ku temu hati yang lain . . . . . . !

Helai Helai Purnama

Dalam belaian tangan tangan sunyi

Kala jiwa telah rebah terkulai

Meraih getaran getaran lalu yang
lumpuh

Mencoba menjamah wajah hatimu



Berilah, walau setangkai rose dalam
gelasku

Sudah cukup untuk menyerbuki
pertamanan hatiku ......

Untuk satu kata yang lahir mekar
semerbak

Dalam hati yang lepuh.



Sesaat, kukan biarkan jantung
malam jeda berdenyut,

Kemudian melangkahkan seogok
hati .....

Pada cangkir malam yang kelam;
kental.



Marilah, kita duduk di bawah
dekapan malam

Bersama-sama

Mencecap rasa demi rasa

Mengurai kata demi kata

Merajut kisah dalam dada

Lalu kita menuliskannya

Pada helai helai purnama .....

Cintaku di Pangkuan Malam

Jiwaku terbirit

Kala hujan air mata menitik

Di ubun ubun malam

Serpih serpih rindu

Bergejolak dalam lara yang
kelabu.


Malam yang kelam

Dedaunan mulai rapuh
menunggu

Angin mulai mengeluh dalam
diam;

Diantara reruntuhan hati.


Segala....

Seluruh....


Rembulan kesakitan di angkasa

Peluru peluru pilu

Menggigit cercahnya yang
temaram

Dan.....

Bebintangan menjerit kaku

Duh, cintaku

Cintaku di pangkuan malam

Menunggu derap yang pudar

Bersama senja yang meluruh

Bersama hari, bersama hati.


"aku di pangkuan malam !!
Kemarilah, bawa aku ke
dermaga hatimu"


Sepi mengentali rasaku.....

Sekeping demi sekeping; hatiku

Perlahan meleleh di bawah

Dekapan malam

Senin, 27 September 2010

Sajak Perempuan

Suatu senja di musim semi;

Saat langit kian bergelora.




Kata katamu masih kental

Luka pun masih beku; enggan mencair



Tika kau benamkan jemarimu

Dalam telapak telapak tanganku

Adakah kau tahu pijar rasaku ?

Denyut denyut bahagia meningkat

Darahku desir mendesir, dingin.


Lalu ....

Kala angin berembus perlahan

Menerbangkan katamu.

Tiba tiba kurasakan mataku panas

Dinding rasaku porak poranda

Mengelupas seketika


"Tak sedikitkah kau mengerti perasaanku ?"


Seumpama bahagiaku, kau pun berlalu

Segaris tubuh nun jauh di sana;

Di ujung jalan itu

Kini retak di lensaku.